TEMPO.CO, Jakarta - Penindakan penjualan pakaian bekas atau baju thrift di Pasar Senen, Jakarta Pusat kerap terjadi setiap tahun menjelang Ramadan. Menurut pengusaha thrift Rifai Silalahi, penindakan kali ini yang terparah.
“Kemarin memang ada penindakan. Tapi gak seperti sekarang ini. Sekarang 2 menteri berkomentar, Presiden berkomentar. Kapolri berkomentar jajarannya. Mau gak mau, ini yang lebih ekstrem daripada tahun lalu,” kata Rifai kepada Tempo di Pasar Senen, Kamis, 23 Februari 2023.
Menurutnya, larangan thrifting sebelumnya hanya imbauan kepada pedagang agar tidak berdagang sementara. Setelah semuanya normal, para pedagang baju bekas impor menggelar dagangannya lagi.
Rifai menuturkan, usaha jual beli pakaian bekas sebenarnya sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Bahkan bisa dibilang Rifai mewarisi pekerjaan ini dari ayahnya.
Popularitas thrifting naik ketika nama pakaian bekas berganti istilah lebih kekinian, yakni thrift. Selera berbusana ala vintage, bahkan event atau bazar pakaian bekas dengan sentuhan anak muda yang digelar bersamaan dengan konser grup band membuat banyak anak muda tergiur membuka usaha di bidang ini.
Diduga hal itulah yang dikhawatirkan pemerintah.
Menurut Rifai, saat ini pakaian bekas impor itu dicuci di laundry dan disetrika terlebih dahulu sebelum dijual. Tidak seperti dulu, pakaian langsung dijual setelah dibongkar dari balpress. Hal ini membuat peminat baju bekas bertambah, begitu pula pengusaha thrift.
“Sebelum pandemi sama setelahnya. Naiknya lebih dari 100 persen,” ucapnya.
Rifai yakin thrift tidak akan mengganggu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) karena mereka memiliki target pasar sendiri.
Selanjutnya pedagang thrift di Pasar Senen sudah 2 minggu kehilangan pemasukan...